Trenggalekmu.com — Angkatan Muda Muhammadiyah (AMM) Trenggalek menggelar Halalbihalal di Aula Hotel Hayam Wuruk Trenggalek (Jum’at, 18/4/24). Acara ini tak hanya menjadi ajang silaturahmi setelah Idulfitri, tetapi juga ruang penguatan ideologis bagi kader muda Muhammadiyah agar terus menjalankan perannya sebagai khalifah fil ardh (pemimpin di bumi). Hadir dalam acara ini perwakilan dari berbagai ortom seperti Pemuda Muhammadiyah, Nasyiatul Aisyiyah, IPM, Hizbul Wathan, Tapak Suci, IMM, dan organisasi pendukung lainnya seperti Lazismu, KOKAM dan MDMC.
Najih Prastiyo, S.HI., M.H., Sekretaris Jenderal PP Pemuda Muhammadiyah menyampaikan stadium general dalam kegiatan ini, menekankan bahwa menjadi khalifah bukan sekadar status, tetapi sebuah perjalanan panjang yang penuh tanggung jawab. “Menjaga lingkungan adalah bagian dari pernyataan diri sebagai khalifah. Begitu pula menjaga proses kaderisasi. Menjadi kaya itu mudah, tapi menjadikan orang lain kaya, itu tugas seorang khalifah,” ujar Najih dengan semangat.
Menurutnya, amanah kekhalifahan bukan hanya soal kepemimpinan struktural, tetapi lebih dalam—meliputi kemampuan intelektual, ekonomi, dan spiritual. Ia mengutip Surat An-Nisa ayat 9, “Dan hendaklah takut kepada Allah orang-orang yang seandainya meninggalkan di belakang mereka anak-anak yang lemah.” Najih menegaskan bahwa yang dimaksud generasi lemah bukan hanya secara ekonomi, tapi juga intelektual dan spiritual.
Sejarah mencatat, tokoh-tokoh besar seperti Ir. Soekarno, HOS Cokroaminoto, dan Agus Salim lahir dari kekuatan intelektual yang kokoh. Pun dengan Adi Taufan, pendiri Ruangguru, sebagai contoh kekuatan ide dan inovasi.
Ia juga mengkritisi orientasi sebagian organisasi yang terlalu fokus pada pencitraan. “Jangan hanya terpaku pada profil. Keberadaan kita hari ini adalah hasil dari perjuangan dan jaringan organisasi yang kuat. Kita harus belajar dari sejarah, termasuk kejatuhan Samudra Pasai yang disebabkan oleh rakyatnya sendiri karena abai pada ilmu dan intelektualitas,” jelasnya.
Dalam kesempatan itu, Najih membagikan kisah inspiratif dari pengalamannya membangun usaha konveksi hingga dikenal luas, bahkan di luar Jawa. Semua ia mulai dari inisiatif kecil yang ia tekuni saat memimpin sebuah organisasi di Surabaya. Ia mencontohkan pentingnya membaca peluang, menjalin jaringan, dan mengoptimalkan potensi produk organisasi.
“Dengan jejaring organisasi yang kita miliki, kita tidak perlu berharap dana dari organisasi. Produk kita bisa jadi instrumen untuk menambah nilai kapital yang sesuai perintah Allah. Kita dilarang meninggalkan generasi yang lemah,” ujarnya.
Najih juga menyinggung pentingnya spiritualitas dalam membangun generasi unggul. Ia mengajak peserta untuk tidak hanya fokus pada amal, tapi juga usaha. Muhammadiyah, katanya, perlu memperkuat infrastruktur intelektual agar bisa bersaing dalam kebijakan publik dan tidak terus bergantung pada negara.
Ia menutup dengan refleksi tajam terhadap tantangan kekinian: “Kita tidak boleh anti terhadap negara, tetapi juga jangan terlalu bergantung pada penguasa. Kemandirian dalam kebijakan dan ekonomi harus dibangun, tanpa kehilangan peran strategis dalam kehidupan berbangsa dan bernegara.”
Halal Bihalal ini menjadi pengingat bahwa kader AMM memiliki tanggung jawab besar: menjaga semangat keumatan, membangun kapasitas, dan menyiapkan generasi yang unggul di semua lini kehidupan.